Makalah tentang Peran Bidan Dalam Pembangunan Kesehatan

peranan bidan dalam pembangunan kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Tantangan pembangunan pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’, yakni terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, hingga dapat meraih hidup yang produktif dan berbahagia.
Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam setiap aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan maupun masyarakat sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.
Mengingat kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan sekarang ini, tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, perilaku, dan lain-lain.
Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam kesehatan dan kemasyarakatan adalah sebagai penunjang peningkatan status kesehatan masyarakat.
Salah satu cabang dari sosiologi dan antropologi adalah sosial budaya dasar, yang membahas tentang kebudayaan dan unsur-unsur yang terkait di dalamnya.
Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat menunjang tingginya status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal, keadaan sosial-ekonomi yang tinggi, dan kesehatan lingkungan yang baik. Dengan demikian, pelayanan kesehatan menjadi sangat khusus sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit menerima informasi-informasi dan tekhnologi baru.
Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan sosial budaya, geografi, demografi, dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang dihadapi.
Melihat luasnya masalah kesehatan yang dihadapi, maka bidan sebagai petugas kesehatan harus mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan kesehatan. Sehingga pelayanan yang diberikan memberikan hasil yang optimal.
Di bawah ini kita dapat melihat bagaimana hubungan antara sosial budaya dengan pembangunan kesehatan, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat.

B. Tujuan
1) Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ISBD
2) Memahami dan mengerti tentang Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan pembangunan kesehatan.
3) Mengetahui Peranan bidan dalam pembangunan kesehatan.















BAB II
PEMBAHASAN



A. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
B. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social,perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.

C. Budaya Masyarakat Daerah Pada Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.

D. Peranan Seorang Bidan
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Di Indonesia ini jumlah bidan memang tidak sedikit, tetapi untuk di pelosok daerah masih banyak masyarakat yang belum paham akan arti dari bidan. Bidan yang siap mengabdi di kawasan pedesaan, artinya ia juga harus siap dengan konsekuensi yang akan terjadi. Tak mudah mengubah pola pikir ataupun kebiasaan masyarakat. Apalagi, masalah proses persalinan. Kehadiran tenaga medis dengan spesialisasi melayani persalinan kaum perempuan, bagi warga Mercu dan Muktitama, termasuk hal baru. Selama ini, apabila ada yang akan melahirkan mereka pada umumnya mengandalkan dukun.
Memberi pelayanan dengan tenaga terlatih.
Di Indonesia persalinan dukun sebesar 50-60% terutama di daerah pedesaan. Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal. Dukun tidak dapat mengetahui tandatanda bahaya perjalanan persalinan. Akibat pertolongan persalinan yang tidak adekuat dapat terjadi persalinan kasep, kematian janin dalam rahim, ruptur uteri, perdarahan (akibat pertolongan salah, robekan jalan lahir, retensio plasenta, plasenta rest), dan bayi mengalami asfiksia, infeksi, atau trauma persalinan.
Pelayanan kesehatan yang patut dilaksanakan bidan:
1. Meningkatkan upaya pengawasan ibu hamil.
2. Meningkatkan gizi ibu hamil dan ibu menyusui.
3. Meningkatkan gerakan penerimaan KB.
4. Meningkatkan kesehatan lingkungan.
5. Meningkatkan sistem rujukan.
6. Meningkatkan penerimaan imunisasi ibu hamil dan bayi.
Selain itu bidan juga melakukan pengawasan kehamilan dan menetapkan kehamilan, persalinan, dan pascapartum dengan risiko tinggi; kehamilan, persalinan, dan pascapartum yang meragukan; dan kehamilan, persalinan, dan pascapartum dengan risiko rendah. Berdasarkan penggolongannya, sikap yang dapat dilakukan bidan adalah meningkatkan pengawasan hamil, persalinan dan pascapartum, dan melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat
Pendidikan masyarakat memegang peranan penting yang meliputi pentingnya arti pengawasan hamil, mengajarkan tentang makanan yang berpedoman pada “empat sehat dan lima sempuma”, pentingnya arti imunisasi tetanus toksoid ibu hamil, pentingnya arti pelaksanaan keluarga berencana, mengarahkan tempat persalinan dilakukan untuk mendapatkan well born baby, pengawasan pascapartum dan persiapan untuk merawat bayi dan menyusui, pentingnya memberi ASI selama 2 tahun dan rawat gabung.
Pendidikan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan pada waktu:
1) Pengawasan hamil di Puskesmas atau pondok bersalin desa dan praktik bidan swasta.
2) Saat menyelenggarakan Posyandu.
3) Melalui pertemuan berkala atau kursus pada PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga).
4) Pada saat memberi penyuluhan khusus.
5) Pada saat melakukan kunjungan rumah.
Tujuan pendidikan kesehatan masyarakat
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, mengarahkan masyarakat memilih tenaga kesehatan terlatih, meningkatkan pengertian masyarakat tentang imunisasi, keluarga berencana, dan gizi sehingga mengurangi ibu hamil dengan anemia.
Meningkatkan upaya penerimaan gerakan keluarga berencana
Pembangunan ekonomi diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat, diikuti dengan program dan gerakan keluarga berencana, sehingga diharapkan kesejahteraan makin cepat tercapai. Pembangunan bangsa Indonesia berorientasi pada “pembangunan keluarga” yang pada gilirannya “meningkatkan sumber daya manusia”.
Pendidikan dukun beranak
Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberi pertolongan persalinan. Kerjasama bidan di desa dengan dukun beranak perlu dijalin dengan baik melalui:
1. Pendidikan dukun yang berkaitan dengan tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta pascapartum, teknik pertolongan persalinan sederhana tetapi bersih dan legeartis, perawatan dan pemotongan talipusat, perawatan neonatus, perawatan ibu pascapartum, meningkatkan kerjasama dalam bentuk rujukan bidan atau Puskesmas.
2. Diikutsertakan dalam gerakan keluarga berencana: membagikan kondom, membagikan pil KB, melakukan rujukan KB.
3. Memberi kesempatan untuk melakukan pertolongan persalinan dengan risiko rendah.
4. Meningkatkan sistem rujukan yang mantap.
Dengan penempatan bidan di desa diharapkan peranan dukun akan makin berkurang sejalan dengan makin tingginya pendidikan dan pengetahuan masyarakat dan tersedianya fasilitas kesehatan.
Meningkatkan sistem rujukan
Salah satu kelemahan pelayanan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat, suatu kekurangan, tetapi tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kepentingan masyarakat. Kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Tindakan rujukan ditujukan pada mereka yang tergolong dalam risiko tinggi. Rujukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.
Ada beberapa hambatan dalam penempatan bidan di desa antara lain:
1. Umur bidan relatif muda dan bukan dari desa sendiri.
2. Kesulitan menyesuaikan diri di tengah masyarakat.
3. Bidan bukan pegawai negeri sehingga tidak mempunyai penghasilan tetap.
4. Kemampuan desa untuk membangun Polindes masih terbatas sehingga banyak di antara bidan desa tidak mendapat dukungan sarana dari masyarakat.
5. Perkawinan bidan desa yang segera meningkatkan desa dan pindah mengikuti suami.
6. Pendidikan belum mencukupi untuk mampu mandiri sehingga bidan kurang berfungsi.
7. Karena berusia muda, bidan belum mendapat kepercayaan masyarakat sehingga orientasi kepada dukun masih dominan.
Sekalipun banyak hambatan, beberapa keuntungan penempatan bidan di .desa adalah sebagai berikut:
1. Bidan desa sebagai tenaga kesehatan terdidik diharapkan memberi pengaruh optimal kepada masyarakat.
2. Penetapan kehamilan risiko tinggi melalui pengawasan antenatal, sehingga dapat mengurangi kesakitan dan kematian maternal dan perinatal.
3. Bidan desa merupakan tempat masyarakat untuk meminta berbagai nasehat tentang kesehatan.
4. Mengganti peranan dukun bersalin.
5. Membuat peta kesehatan sehingga memudahkan pemantauan.
6. Menjadi mata rantai sistem kesehatan nasional di pedesaan.
E. Peran Bidan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:
1) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis kontrasepsi.
2) Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3) Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4) Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5) Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
6) Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya.
7) Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuannya.

Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3. Mempelajari data penduduk yang meliputi:
Jenis kelamin
 Umur
 Mata pencarian
Pendidikan
 Agama
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh bidan agar dirinya dikenal oleh masyarakat ialan ia harus mampu mempromosikan dirinya dengan menampilkan kepribadian sesuai norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, memahami bahwa masyarakat merupakan bagian dari dirinya, sehingga bidan memiliki kharismatik bagi masyarakat di wilayah kerja. Apabila masyarakat sudah menanggap bahwa bidan adalah orang yang patut dicontoh (role model), maka ia akan melaksanakan hal-hal yang diajarkan dan dianjurkan oleh bidan.
Untuk dapat menampilkan kepribadian yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku, bidan terlebih dahulu harus mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

DARAH

ISU ETIK DALAM PELAYANAN KEBIDANAN